Siang-Siang Panas




Sunny December, begitulah kira-kira gambaran cuaca siang ini. Padahal sekarang ini adalah bulan Desember. Tetapi, hujan pun belum turun juga. Efek pemanasan global? Mungkin. Tapi yang pasti, cuaca saat ini panas sekali.
Poldi begitu kepanasan di rumahnya. Penyejuk ruangan di kamarnya sedang rusak. Walaupun jendela sudah dibuka, yang masuk malah angin panas. Sampai-sampai ia membuka bajunya.
“Wuih, panas banget, ya?” begitulah pikirnya sembari menghela napas panjang. Tubuhnya yang agak kurus terasa begitu gerah karena keringat bercucuran.
Kipas diambilnya. Perlahan-lahan Poldi mengipaskan ke badan dan wajahnya. Angin sejuk pun terasa sangat melegakan.
“Gimana ini. Masa’ uda Desember tapi belum ujan juga,” keluhnya. Ia pun berandai-andai.
“Coba kalau ada es krim. Umm… Enak tuh,” pikirnya. Terlintas dalam benaknya imaji segelas es krim stroberi dengan selai ceri di atasnya. Ia pun membayangkan mencicipinya sesendok.
Semriwing! Begitulah rasanya di rongga mulut. Sangat menggoda. Lidah jadi menari karenanya dalam suasana panas begini.
Tanpa sadar, air liur pun jatuh dari bibirnya.
“Waduh!” teriaknya ketika ia tersadar dari impiannya. Imaji yang tercipta pun lenyap seketika. Menyesal ia.
“Aduh, masa’ membayangkan aja sampai ngiler kaya’ gini,” katanya sambil mengusap air liurnya. “Jadi ilang deh, es krimnya.”
Poldi duduk lagi di depan jendela, menunggu angin lewat sembari mengipasi badannya. Kakinya ia selonjorkan.
Lalu, terdengar suara perut bertabuh. “Oh iya, belum makan siang, nih. Laper banget.”
Ia sedang sendirian di rumahnya. Orang tua Poldi sedang keluar bekerja. Belum ada masakan yang tersaji di meja makan. Jadi, Poldi pun memutuskan untuk memasak ala kadarnya. Ia buka pintu lemari makanan. Terlihat olehnya beberapa bungkus mi instant.
“Walah, masa’ makan mi rebus?!” keluhnya.


Keringat Poldi makin menjadi-jadi setelah ia menyantap mi rebus yang ia buat.
“Hiih, tambah panas….” Katanya. Lalu Poldi naik kembali ke kamarnya.
Ia lihat keluar jendela. Melihat langit ia. Dari jendela kamarnya terlihat awan sudah menggelap. Tanda akan hujan?
“He he he. Hujan!” Teriak Poldi. Padahal belum tentu akan hujan, walaupun bledek sudah menggelegar. Mungkin Cuma awan lewat.
Ya, itulah yang lalu terlintas dalam benak Poldi. Bagaimana jika itu hanya awan lewat saja?
Ia pun kecewa, walaupun belum tentu pikirannya benar. Dengan kepala agak tertunduk, ia pakai kembali kaus tanpa lengan yang tadi ia lepas. Lalu, menuju pulau kasur impian tiada batas.


Tak tahu berapa waktu yang telah ia habiskan dengan tidur, ia terbangun. Rasanya kasurnya basah. Ngompol?
“Kok basah? Banyak lagi,” pikirnya bingung dengan nyawa yang masih setengah. Lalu terasa tetesan air yang dingin.
“Brrr.” Lalu ia terbangun, mengangkat badan dan kepalanya. Poldi melihat ke samping kasunya, ke jendela.
Sssssssshhhhhh. Suara hujan deras turun dari langit. Rupanya air hujanlah yang telah membaasahi kasur Poldi. Ia pun bergembira sekali, karena terasa sudah lama tidak hujan selama 11 bulan ini.

0 comments: